MOTOR BAKAR : Mesin Pembakaran Dalam Bahan Bakar

MOTOR BAKAR : Mesin Pembakaran Dalam Bahan Bakar

Salah satu penggerak mula yang banyak digunakan adalah mesin kalor. Mesin kalor adalah mesin yang mempergunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik, atau yang merubah energi termal menjadi energi mekanik. Dimana energi itu sendiri dapat diperoleh dengan proses pembakaran, proses fisi (pemisahan) bahan bakar nuklir dan dari proses lainnya.
Jika dilihat dari cara memperoleh energi termal, mesin kalor dibagi menjadi dua golongan, yaitu Mesin Pembakaran Luar (External Combustion Engines) dan Mesin Pembakaran Dalam (Internal Combustion Engines).
Pada dasarnya motor-motor bakar didefinisikan sebagai suatu pesawat atau mesin tenaga, dimana tenaga yang dihasilkan dari energi panas hasil pembakaran bahan bakar di dalam silinder, energi diubah menjadi energi tekan untuk menggerakan torak dari TMA (Titik Mati Atas) menuju TMB (Titik Mati Bawah). Karena torak dihubungkan dengan batang penghubung untuk menggerakan poros engkol. Gerakan poros engkol disebut juga dengan energi mekanis. Oleh sebab itu motor bakar sering juga disebut pesawat kalor dengan pembakaran di dalam “Internal Combustion Engine”.

1.  Prinsip Kerja Motor Bensin Empat Langkah
Apabila ditinjau dari prinsip kerjanya pada mesin sepeda motor maupun mesin mobil dapat dibedakan menjadi dua, yaitu motor bensin empat langkah dan motor bensin dua langkah. Pada umumnya mesin mobil dan sepeda motor mempergunakan mesin empat langkah, dimana setiap proses pembakaran terjadi pada empat langkah gerakan piston atau dua kali putaran poros engkol. Dengan anggapan bahwa katup masuk dan katup keluar terbuka dan tertutup tepat pada waktu piston berada pada TMA dan TMB. Piston bergerak di dalam silinder diantara bagian atas silinder dan bagian bawah silinder. Panjang atau jarak gerak piston dari TMA sampai TMB disebut panjang langkah piston atau stroke.
            Campuran udara dan bensin yang berasal dari karburator dihisap ke dalam silinder oleh piston. Campuran ini kemudian dikompresikan ke TMA, sehingga mengakibatkan naiknya temperatur dan tekanan di dalam silinder (ruang bakar). Bersamaan dengan itu busi memercikan bunga api listrik yang mengakibatkan terjadinya proses pembakaran di dalam silinder. Dengan terjadinya pembakaran maka tekanan dan temperatur semakin meningkat, sehingga piston akan terdorong ke bawah akibat tekanan yang tinggi.
            Untuk lebih jelasnya, maka langkah kerja motor bensin empat langkah adalah sebagai berikut:
1.  Langkah Isap
Silinder menghisap campuran bahan bakar dan udara yang berlangsung ketika piston bergerak dari TMA menuju TMB. Pada saat itu katup isap (KI) terbuka, sedangkan katup buang (KB) tertutup. Melalui katup isap, campuran bahan bakar dan udaraterisap masuk ke dalam silinder.
2.  Langkah Kompresi (Langkah Tekan)
Setelah mencapai TMB, piston bergerak kembali ke TMA, sementara katup isap dan katup buang dalam keadaan tertutup. Campuran bahan bakar dan udara yang dihisap tadi kini terkurung di dalam silinder dan dimampatkan oleh piston yang bergerak ke TMA. Volume campuran bahan bakar dan udara menjadi kecil dan karena itu tekanan dan temperaturnya naik hingga campuran itu mudah terbakar.

3.  Langkah Kerja (Langkah Ekspansi)
Pada saat piston hampir mencapai TMA, campuran bahan bakar dan udara itu dinyalakan, terjadilah proses pembakaran dengan percikan bunga api listrik dari busi, sehingga tekanan dan temperaturnya naik. Gas pembakaran akan mendorong piston untuk bergerak kembali dari TMA ke TMB, katup isap dan katup buang dalam keadaan tertutup.
4.  Langkah Buang
Apabila piston telah mencapai TMB katup buang sudah terbuka, sedangkan katup isap tertutup. Piston bergerak kembali ke TMA mendesak gas pembakaran keluar dari dalam silinder melalui saluran buang. Dengan terbuangnya gas hasil sisa pembakaran, maka motor bensin empat langkah telah mengalami satu siklus kerja.
Berikut ini adalah gambar langkah kerja motor bensin empat langkah:
Gambar 1. Langkah Kerja Motor Bensin Empat Langkah

a.   Langkah Isap. Katup isap membuka, katup buang menutup. Piston bergerak turun. Gas baru hasil pencampuran bahan bakar dan udara masuk keruang silinder motor.
b. Langkah Kompresi. Kedua katup menutup. Piston bergerak naik. Tekanan gas dalam silinder naik.
c. Langkah usaha. Kedua katup menutup. Piston bergerak turun akibat ledakan pembakaran gas dalam silinder.
d.  Langkah Buang. Katup isap menutup, katup buang membuka, Piston bergerak naik. Gas bekas pembakaran keluar melalui saluran buang.


2. Bagian-Bagian Motor
   Pada bagian di bawah ini diperlihatkan secara sederhana bagian-bagian penting dari motor bakar:

2.1    Blok Silinder dan Silindernya
                  Blok silinder merupakan komponen yang sangat penting karena pada blok silinder tersebut dipasang berbagai komponen lainnya. Beberapa komponen yang dipasang pada blok silinder antara lain pompa bensin, katup, karburator, pompa oli, dan sebagainya. Blok silinder dibuat dari bahan khusus, karena blok silinder harus kuat terhadap panas dan goncangan akibat arus bolak-balik piston dan gerak putar poros engkol. Biasanya blok silinder dibuat dari besi tuang, namun ada juga yang terbuat dari paduan alumunium untuk memperingan bobot dari kendaraan. Sebagai pendingin, blok silinder diberi mantel pendingin (water jacket) yang bersirkulasi disekitar silinder.
                  Susunan silinder motor ada bermacam-macam pertimbangan untuk menentukan susunan silinder umumnya adalah tempat, getaran dan efisiensi tenaga motor. Pada kepala silinder terdapat gasket yang berfungsi sebagai perapat antara blok silinder dan kepala silinder, keduanya diikat dengan baut tanam. Gasket kepala silinder harus kuat terhadap tekanan pengerasan kepala silinder, suhu dan tekanan yang tinggi. Gasket yang rusak akan mengakibatkan kebocoran sehingga menyebabkan kebocoran kompresi. Pada kepala silinder terdapat katup-katup dan mekanismenya.



Gambar 2.  Blok Silinder
      2.2.      Poros Engkol
                  Hasil dari pembakaran bahan bakar antara lain adalah tenaga dorong yang menggerakan piston ke titik mati bawah. Poros engkol dihubungkan dengan batang penggerak. Gerakan piston tersebut adalah gerak lurus bolak-balik. Poros engkol dihubungkan dengan batang penggerak. Agar gerak lurus tersebut dapat dimanfaatkan, maka gerak tersebut diubah menjadi gerak putar oleh poros engkol.





Gambar 3.  Poros Engkol
2.3. Piston
                  Piston bergerak bolak-balik di dalam silinnder, berfungsi untuk menghisap dan membuang sisa pembakaran. Disamping menerima tekanan akibat ledakan pembakaran piston juga menerima panas yang tinggi. Pada waktu langkah isap piston mengalami perubahan temperatur akibat gas baru yang diisap. Untuk itu piston harus tahan terhadap tekanan, panas yang tinggi dan temperatur yang berubah-ubah.
                  Piston juga perlu didinginkan dengan cara mengalirkan oli ke piston melalui saluran batang penggerak. Pendingin piston bertujuan untuk mengurangi pemuaian.


Gambar 4.  Piston
     
2.4.            Ring piston
                  Ring piston pada motor bensin ada dua macam yaitu ring kompresi dan ring oli. Fungsi dari ring kompresi adalah sebagai perapat agar kompresi tidak bocor keruang engkol. Ring oli berbeda dengan ring kompresi. Ring oli berlubang pada sisinya. Ring oli berfungsi untuk mengikis kelebihan oli pada dinding silinder.





Gambar 5.  Ring pada Piston
      2.5.      Batang Penggerak
                  Batang penggerak berhubungan dengan piston ke poros engkol. Batang pengggerak memindahkan gaya piston dan memutar poros engkol. Ketika berhubungan dengan poros engkol, batang penggerak mengubah gerakan bolak-balik piston ke dalam gerakan putar dari poros engkol.


Gambar 6.  Batang Penggerak

2.6. Katup Isap
            Katup ini berguna untuk mengalirkan campuran bahan bakar dan udara dari karburator yang kemudian diisap oleh piston ke dalam silinder untuk proses pembakaran.
2.7. Katup Buang
            Katup ini berfungsi untuk membuang gas hasil sisa dari pembakaran dari ruang bakar (silinder).

3. Siklus Ideal
            Pada kenyataannya analisa motor bakar torak secara thermodinamika dan kimia sangat kompleks. Karena itu digunakan keadaan ideal yang membuat analisa menjadi lebih mudah dan sedapat mungkin tidak menyimpang dari keadaan sebenarnya.
            Pada umumnya untuk menganalisa motor bakar diperlukan siklus udara sebagai siklus ideal. Siklus udara mempergunakan beberapa keadaan yang sama dengan siklus yang sebenarnya, misalnya mengenai:
Ă˜  Urutan prosesnya
Ă˜  Perbandingan kompresi
Ă˜  Pemilihan temperatur dan tekanan pada suatu keadaan
Ă˜  penambahan kalor yang sama per satuan berat udara
Dalam menganalisa siklus udara volume konstan. Siklus ini digambarkan dalam diagram P – v seperti terlihat pada gambar berikut:







Qin

Qout

1

3

2

4

V

P

VC

VL

1

2

3

4

T

TMB

TMA
 











Gambar 7.  Siklus Ideal (Siklus Otto)
Proses dari siklus pada diagram P vs V adalah sebagai berikut :
0 - 1           Langkah isap dengan proses tekanan konstan (isobarik).
1 - 2           Langkah kompresi yang berlangsung secara isentropis dimana tekanan dan temperatur meningkat secara tajam.
2 - 3           Proses pembakaran pada volume konstan yang dianggap sebagai pemasukan (q in) pada volume konstan (isovolume).
3 - 4           Langkah kerja terjadi secara isentropis.
4 - 1           Proses pembuangan (qout) yang dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume konstan (isovolume).
1- 0            Langkah buang dengan proses tekanan konstan (isobarik). Pada siklus ini setelah gas hasil sisa pembakaran dibuang, maka akan masuk kembali gas campuran bahan bakar dan udara.
Siklus ini berlangsung dengan fluida kerja yang sama di mana setelah gas hasil sisa pembakaran dibuang, maka akan masuk sejumlah fluida kerja yang sama.

4.      Sistem Pengapian Konvensional      
Komponen sistem pengapian konvensional adalah baterai, koil, pemutus, distributor, kondensor dan busi. Untuk mendapatkan bunga api yang mampu membakar campuran bensin dan pada ruang bakar sehingga terjadi pembakaran yang sempurna dibutuhkan arus listrik tegangan tinggi. Besarnya arus listrik tersebut tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
a)  Jarak antara kedua elektroda.
b)  Perbandingan campuran antara bensin dan udara.
c)  Kepadatan campuran bensin dan udara.
            Ditinjau dari sistem pengapian, hasil pembakaran sangat ditentukan oleh besarnya bunga api yang diloncatkan oleh elektroda busi saat terjadinya bunga api tersebut. Saat terjadinya loncatan, bunga api listrik pada busi harus tepat beberapa derajat poros engkol sebelum titik mati atas pada langkah kompresi. Saat pengapian yang terlalu awal atau terlambat menyebabkan tidak sempurna sehingga tenaga motor berkurang, timbulnya polusi dan motor panas.



Gambar 8.  Bagian-bagian dari sistem pengapian
            Cam berputar bersama rotor yang berfungsi untuk membuka dan menutup arus. Saat arus tertutup, arus primer mengalir dari baterai melalui pemutus arus kekumparan primer koil yang kemudian membentuk medan magnet yang menginduksi tegangan pada kumparan sekunder, pada saat arus mencapai maksimum, kontak pemutus membuka.
            Terbukanya kontak pemutus menyebabkan baterai tidak lagi mengalirkan arus sehingga medan magnet pun menurun secara tiba-tiba. Arus yang ada pada kumparan primer diserap oleh kondensor. Penurunan medan magnet mengakibatkan induksi tegangan tinggi pada kumparan sekunder yang akan mengakibatkan loncatan bunga api pada busi.



Gambar 9  Skema Dari Sistem Pengapian

5.   Busi
            Busi merupakan bagian yang penting pada motor karena celah elektroda busi diloncatkan bunga api listrik sesuai dengan urutan pengapian.
Konstruksi busi terdiri atas terminal, insulator, gasket, elektroda positif dan elektroda negatif.

Gambar 10.  Bagian-bagian Busi
Keterangan gambar:
1.    Mur terminal busi
2.    Ulir terminal busi
3.    Pencegah kebocoran arus (Barrier)
4.    Isolasi
5.    Seal penghantar khusus
6.    Batang terminal
7.    Bodi
8.    Gasket
9.    Isolator
10.  Elektroda tengah (positif)
11.  Elektroda massa

Antara elektroda positif dan elektroda negatif diberi celah antara 0,7 –  0,8 mm. Celah tersebut menyebabkan loncatan bunga api yang panas untuk pembakaran. Jika celah elektroda terlalu besar mengakibatkan kebutuhan tegangan untuk meloncatkan bunga api mejadi lebih tinggi. Jika sistem pengapian tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut maka motor akan tersendat-sendat pada beban penuh. Insulator-insulator bagian tegangan tinggi cepat rusak  karena dibebani tegangan pengapian yang luar biasa tingginya. Motor akan sedikit sulit untuk dihidupkan. Celah elektroda yang terlalu kecil berakibat bunga api menjadi lemah da elektroda cepat kotor.
            Busi yang ulirnya sudah rusak sebaiknya jangan dipakai. Apabila masih memungkinkan perbaiki ulir busi yang telah rusak tersebut. Kerusakan ulir pada lubang busi pada blok silinder juga harus secepatnya diperbaiki.
Pada busi terdapat beberapa kerusakan yang harus diperhatikan dari bentuk dan warna pada busi  itu sendiri, antara lain adalah :
 5.1.     Busi  Normal 
            Gambar dibawah ini merupakan gambar busi dalam kondisi normal. Insulator pada busi normal berwarna kuning sampai cokelat muda. Permukaan pada ujung insulator bersih. Permukaan rumah insulator berwarna cokelat muda keabu-abuan.





Gambar 11. Busi Normal
5.2       Kondisi Aus
            Keadaan ini terjadi pada pemakaian yang lama dan busi jarang sekali dibersihkan. Biasanya tergantung penyesuaian dari jam kerja busi tersebut dan diganti bila sudah waktunya.




Gambar 12. Busi Sudah Aus

5.3       Kerusakan Mekanis
            Kerusakan ini disebabkan karena adanya suatu material asing yang masuk ke ruang bakar. Mungkin juga disebabkan karena ulir busi yang berlebihan berakibat elektroda busi menonjol keluar dari lubang busi sehingga pencapaian piston  terlalu dekat dengan elektroda busi.





Gambar 13. Kerusakan Mekanis
Kesalahan pemasangan busi adalah sebagai berikut :
a.         Terlalu pendek
Panjang ulir busi yang terlalu pendek berakibat elektroda busi masuk kedalam pada lubang busi. Nyala api busi terjadi pada lubang busi sehingga pembakaran mesin tidak bisa berlangsung dengan baik.
         b.         Terlalu Panjang
Panjang busi yang berlebihan berakibat elektroda menjadi keluar dari lubang busi yang berakibat bagian elektroda busi cepat kotor dan sangat panas.

Gambar 14. Pemasangan busi

5.4       Pecah / Retak
            Insulator pada busi mengalami retakan atau pecah menjadi serpih-serpih, hal ini biasanya jarang terjadi pada busi. Insulator yang retak atau pecah menyebabkan arus tegangan tinggi bocor lewat insulator yang retak atau bocor. Kerusakan yang seperti ini menyebabkan busi harus diganti karena sudah tidak bisa diperbaiki lagi.





Gambar 15. Pecah/Retak
5.5       Terlalu Panas
Busi yang menerima panas yang berlebihan, insulatornya berwarna putih pucat dan kekuning-kuningan. Elektroda-elektrodanya terbakar.






Gambar 2.16. Terlalu Panas

5.6       Terak Pada Permukaan
Pada kerusakan ini, pada elektroda dan permukaan insulatornya tertutup terak yang sangat kotor dan berwarna kecoklat-cokelatan. Kerusakan ini akan menutup loncatan bunga api sehingga pembakaran akan tidak sempurna.





Gambar 17  Terak Pada Permukaan
5.7       Kebocoran Oli
            Pada permukaan elektroda dan insulator, tertutup terak oli yang akan mengurangi intensitas loncatan bunga api. Ini kemungkinkan disebabkan karena adanya kebocoran oli yang masuk kedalam ruang bakar, karena kerusakan pada ring piston.



Gambar 18. Kebocoran Oli

2.6.   Kabel Busi (Kabel Tegangan Tinggi)
kabel busi sering juga sering disebut dengan kabel tegangan tinggi. Kabel busi mengalirkan arus bertegangan tinggi yang dibangkitkan oleh koil melalui distributor ke busi. Kabel-kabel busi harus mampu mengalirkan arus listrik tegangan tinggi yang dihasilkan di dalam ignition coil ke busi-busi melalui distributor tanpa adanya kebocoran. Oleh sebab itu penghantar (core) dibungkus dengan insulator karet yang tebal seperti tampak pada gambar untuk mencegah terjadinya kebocoran arus listrik tegangan tinggi. Insulator karet (rubber insulator) kemudian dilapisi dengan pembungkus (shelth).
 Kabel resistive terbuat dari fiberglass yang dipadu (dicampur) dengan carbon dan karet sintetis yang digunakan sebagai core untuk memberikan peregangan yang cukup kuat untuk meredam bunyi pengapian (ignition noise) pada radio atau sistem audio pada kendaraan. Tanda tahanan dicetak pada permukaan pembungkus (sheath) sebagai pertanda bahwa inti dari kabel tegangan tinggi adalah kabel bertahanan (resistive wire). Pada ujung kabel tegangan tinggi terdapat penutup (boot) yang berguna untuk menjaga terminal dari korosi, minyak dan udara lembab. Penutup ini sifatnya fleksibel sehingga dapat menutup kabel dengan rapat ke tutup distributor, koil pengapian dan busi.

Gambar 19 Kabel Busi

6.1. Kabel Busi Standar
            Pada dasar nya kabel busi standar adalah kabel busi asli bawaan dari kendaraan (mobil) tersebut pada waktu diproduksi. Pada kabel busi standar mempunyai spesifikasi tahanan kabel kira-kira sebesar 5600 Ω untuk kabel busi yang pendek dan 9900 Ω untuk kabel busi yang panjang dan memiliki penampang (diameter) inti penghantar (core) sebesar 8 mm yang biasanya terbuat dari material baja.




6.2. Kabel Busi Carbon 9,3 mm
Kabel busi carbon 9,3 mm adalah suatu alat yang berfungsi untuk meningkatkan intensitas percikan bunga api listrik pada saat pengapian, sehinga dapat meningkatkan daya mesin dan memudahkan kendaraan pada saat start atau dihidupkan.
Pada dasarnya bagian-bagian dari kabel busi carbon 9,3 mm sama dengan kabel busi standar, hanya saja memiliki perbedaan pada diameter penampang inti (core) sebesar 9,3 mm dan memiliki sebuah kepala busi yang berhubungan dengan busi yang dilapisan dalamnya terdapat kabel carbon dan di bagian kepala yang berbentuk batangan. Serta memiliki nilai tahanan sebesar 7000 Ω untuk kabel busi yang pendek atau kabel dari distributor menuju coil dan 11000 Ω untuk kabel busi yang panjang atau kabel dari distributor menuju busi.
Prinsip kerja dari kabel busi carbon 9,3 mm adalah sebagai berikut: tegangan tinggi yang dihasilkan oleh coil masuk melalui bagian 1 dari kabel busi carbon 9,3 mm, kemudian melewati suatu kumparan yang berbentuk spiral pada ruangan spiral dibuat hampa udara. Ruangan hampa dan spiral tersebut berfungsi untuk meningkatkan intensitas dari tegangan yang dihasilkan oleh coil. Kemudian tegangan tersebut keluar pada bagian 2 yang berhubungan dengan busi yang akhirnya terjadi loncatan bunga api yang lebih besar apabila mempergunakan kabel busi carbon 9,3 mm dibandingkan dengan yang tidak mempergunakannya.


            
Gambar 20. Tutup Kepala Busi Kabel Busi Carbon 9,3 mm

Keuntungan Kabel Busi Carbon 9,3 mm:
a.    Dapat menghantarkan nyala api yang tinggi
b.    Pemakaian bahan bakar menjadi lebih irit
c.     Tahan terhadap panas yang tinggi
d.    Mempunyai bentuk yang lebih lentur
e.    Tahan terhadap zat kimia
Kerugian Kabel Busi Carbon 9,3 mm:
v  Harga dari kabel busi carbon 9,3 mm mencapai empat atau lima kali harga kabel busi standar
v  Apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama sering terjadi kebocoran pada tutup kepala busi.

6.3. Spark Plug Booster
            Spark plug booster adalah suatu produk (alat) yang mempunyai fungsi untuk menghasilkan pengapian yang lebih sempurna dari kondisi standar, sehingga intinya dapat meningkatkan unjuk kerja dari mesin tersebut dan membuat mesin hidup lebih stabil.
Spark plug booster terdiri dari dua bagian, bagian pertama adalah sebuah kabel yang nantinya akan dipasang ke distributor dan bagian kedua adalah sebuah perangkat yang berfungsi untuk meningkatkan tegangan dari distributor, yang mana pada bagian ini terdapat lubang untuk disambungkan dengan kabel busi.
Adapun prinsip kerja dari spark plug booster adalah sebagai berikut, Tegangan tinggi yang dihasilkan oleh koil masuk melalui bagian 1 dari spark plug booster, kemudian melewati suatu bagian yang terbuat dari tembaga yang dililitkan pada inti besi. Lilitan yang terbuat dari material tembaga ini mempunyai hambatan yang lebih kecil dari baja. Nilai hambatan pada lilitan tembaga adalah sebesar 2,8 Ω, faktor nilai hambatan ini pulalah yang menyebabkan induksi tegangan listrik yang cepat pada mesin yang menggunakan spark plug booster dan pada akhirnya akan meningkatkan intensitas tegangan yang dihasilkan dari koil. Setelah melewati bagian 1 yang terdapat pada spark plug booster tersebut, tegangan yang dihasilkan dari koil keluar pada bagian 2 yang berhubungan dengan kabel busi. Bagian 2 yang terbuat dari material keramik ini di dalamnya terdapat sebuah kumparan elektronika yaitu sebuah dioda yang berfungsi untuk mengkonstankan voltase listrik aliran DC yang dihasilkan oleh koil menjadi lebih konstan selama periode penyalaan. Pada bagian ke 2 inilah terjadi loncatan bunga api yang lebih besar apabila menggunakan spark plug booster dari pada tanpa menggunakannya. 

  


Gambar 21. Spark Plug Booster

6.4. Langkah Pemasangan Spark Plug Booster
            Adapun langkah-langkah dalam pemasangan spark plug booster adalah sebagai berikut:
·         Lepaskan atau cabut kabel busi dari distributor dan busi
·         Pasang spark plug booster di antara distributor dengan kabel busi, di mana bagian 1 dihubungkan ke distributor dan bagian 2 di hubungkan ke kabel busi.
·         Pasang kembali kabel busike busi dan periksa kembali sambungan antara spark plug booster dan distributor serta kabel busi, pastikan kondisi sambungan terpasang dengan baik.

7.      Parameter Pengujian
7.1. Momen Torsi
Dari poros pembakaran di dalam silinder akan menimbulkan tekanan terhadap torak. Akibat adanya tekanan ini torak akan merubah tekanan tersebut menjadi gaya. Gaya ini selanjutnya diteruskan ke batang torak yang nantinya akan menyebabkan timbulnya tenaga putar dan tenaga putar ini disebut torsi, yang dinyatakan dengan rumus :
Momen torsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
                     MT = F x r
         Dimana
F       =    Gaya yang diberikan (N)
r        =    Jari-jari poros (m)
T       =    Momen Torsi (Nm)

7.2. Daya Poros Efektif
Daya poros didapat dari pengukuran momen pada beben dynamometer dan putaran permenit pada poros engkol.
         Daya poros dapat dihitung dengan menggunakan rumus :


Ne     =    MT.    
         Dimana :
MT     =    Momen Torsi (Nm)
n       =    Putaran poros (rpm)
Ne     =    Daya poros efektif (Nm/dtk)

7.3. Konsumsi Bahan Bakar
Pemakaian bahan bakar didefinisikan sebagai jumlah penggunaan bahan bakar persatuan waktu dalam kg/jam. Pemakaian bahan bakar dapat dihitung dengan rumus :
Mf     =     x Pb x  kg/ jam
Dimana :
Mf     =    Pemakaian bahan bakar (kg/jam)
Vb     =    Volume pemakaian bahan bakar (cm3)
Pb     =    Massa jenis bahan bakar (0,7323 g/cm3)
tb       =    Waktu pemakaian bahan bakar (dtk)
1.             Pemakaian Bahan Bakar Spesifik
Pemakaian bahan bakar spesifik didefinisikan sebagai banyaknya bahan bakar yang terpakai per jam untuk menghasilkan setiap KW daya mesin, dapat digunakan dengan persamaan sebagai berikut :
SFC  =   
Dimana :
SFC  =    Pemakaian bahan bakar spesifik (kg/jam.kW)
Mf     =    Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)
Ne    =    Daya poros (kW)

7.2.  Efisiensi Thermal
Efisiensi thermal merupakan perbandingan antara daya yang dihasilkan terhadap jumlah energi bahan bakar yang diperlukan.
Dihitung dengan rumus :
   =  x 100 %
         Dimana :
    = Efisiensi Thermal
LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (42967 kJ/kg)
Mf     = Laju pemakaian bahan bakar (kg/Jam)
Ne    = Daya Poros (kW)

Daftar Pustaka

1. Arends, BPM. & Berenschot H. ” Motor Bensin ”. Jakarta : Erlangga, 1980.
2. Arismunandar, Wiranto & Koichi Tsuda. ”Motor Diesel Putaran Tinggi”. Jakarta : Pradnya Paramita, 1986.
3. Crouse & Anglin. ” Automotive Engines ”. New York : Glencoe, 1994.
4. Artono Koestoer, Dr. Ir. Raldi., ” Perpindahan Kalor ”. Jakarta : Salemba Teknika.
5. Holman J.P. ” Perpindahan kalor Edisi Keenam”. Jakarta : Erlangga, 1997.
6. Kreith, Frank & Arko Prijono M.Sc. ”Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas”. Jakarta : Erlangga, 1986.
7. Mas’ud Drs. & dkk. ” Sistem bahan Bakar ”. Jakarta : Fariska Utama, 2000.
8. Northop, R.S. ” Teknik Reparasi Sepeda Motor ”. Bandung : CV. Pustaka Grafika, 2003.
9. Purba M.Si, Drs. Michael., ” Kimia 2000 SMU Kelas 2 ”. Jakarta : Erlangga, 1994.
10. Yamaha Motor Manufacturing Indonesia, PT. ” Yamaha Motor Engineering Training Center ”. Indonesia : Yamaha Technical Academy, 2004.
11. J. D. Anderson. Modern Compressible Flow with Historical Perspective. 3rd ed. New York: McGraw-Hill, 2003.
12. Y. A. Çengel and J. M. Cimbala. Fluid Mechanics: Fundamentals and Applications. New York: McGraw-Hill, 2006.
13. H. Cohen, G. F. C. Rogers, and H. I. H. Saravanamuttoo. Gas Turbine Theory. 3rd ed. New York:Wiley, 1987.
14.W.J.Devenport.CompressibleAerodynamicCallculator,http://www.aoe.vt.edu/~devenpor/aoe3114/calc.html.
15. R. W. Fox and A. T. McDonald. Introduction to Fluid Mechanics. 5th ed. New York:Wiley, 1999.
16. H. Liepmann and A. Roshko. Elements of Gas Dynamics.Dover Publications, Mineola, NY, 2001.
17. C. E. Mackey, responsible NACA officer and curator.Equations, Tables, and Charts for Compressible Flow.NACA Report 1135, http://naca.larc.nasa.gov/reports/1953/naca-report-1135/.
18. A. H. Shapiro. The Dynamics and Thermodynamics of Compressible Fluid Flow. vol. 1. New York: Ronald Press Company, 1953.
19. P. A. Thompson. Compressible-Fluid Dynamics. New York: McGraw-Hill, 1972.
20. United Technologies Corporation. The Aircraft Gas Turbine and Its Operation. 1982.
Komentar Facebook
0 Komentar Blogger


EmoticonEmoticon